Peristiwa

Perayaan Malam 1 Syawal di Kota Singkawang, Dekorasi Kota Tak Menunjukan Perayaan Apapun

Singkawang-Today. Gegap gempita Takbir berkumandang di seluruh pelosok Negeri, bersamaan hasil Sidang Isbat kementrian Agama RI, yang menyatakan bahwa 1 syawal jatuh pada tanggal 25 Juni 2017.

Umat Muslim seluruh dunia larut dalam suka cita lebaran hari kemenangan, hari dimana tradisi saling memaafkan menjadi kewajiban.
Namun, suka cita idul fitri pada tahun ini terasa begitu hambar di kota Singkawang.

Rasa hambar itu bukan karena antusiasme umat muslim di kota singkawang yagg berkurang dalam menyambut hari raya idul fitri, tetapi bagaimana tampilan kota Singkawang di dalam menyambut Idul fitri.

Hasil pantauan team kalbartoday.com ketika menyusuri ruas-ruas jalan protokal di kota Singkawang, seperti jalan Diponegoro, jalan Budi utomo, dan jalan setia budi, sangat nihil dekorasi dan atribut yg di tampilkan kota singkawang menyambut perayaan hari raya idul fitri. Bahkan, takbir kelling yang biasanya menjadi agenda tahunan, pada perayaan idul fitri tahun ini sangat minim peserta.
Konsentrasi takbir hanya terfokus di seputaran tempat ibadah, khususnya di mesjid raya Singkawang.

Senada dengan pantauan team kalbartoday, pernyataan kekecewaan juga di sampaikan oleh pengguna medsos di grub facebook Singkawang informasi, Akun FB yg bernama Lucky elly alkian berpendapat seperti yang di tampilkan pada screen shot gambar berikut.

Sejatinya, di tahun 2017 ini, kota Singkawang sebenarnya punya prestasi yang cukup membanggakan. Berdasarkan riset lembaga survey SETARA INSTITUTE, kota Singkawang masuk dalam urutan ke 3 sebagai daerah paling toleran di Indonesia, setelah kota Pematang siantar dan kota Salatiga. Di kutip dari laman otonomi.co.id. Ada 4 variable yg memungkinkan suatu daerah di katakan sebagai daerah toleran yaitu:

Variabel pertama adalah regulasi pemerintah kota yang terdapat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan peraturan daerah dengan penilaian diskriminatif atau non-diskriminatif.

Variabel kedua, yaitu tindakan pemerintah kota. Dalam hal ini, Setara menilai respons pemerintah dalam menangani peristiwa intoleran yang terjadi di daerahnya. Misalnya, pernyataan pemerintah kota yang tidak memihak.

Variabel ketiga adalah regulasi sosial, atau peristiwa intoleran yang terjadi selama beberapa waktu terakhir di kota tersebut.

Variabel keempat adalah demografi agama dan komposisi penduduk. Dalam hal ini, peneliti membandingkan komposisi penduduk berdasarkan agama/ (redaksi)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button