Kubu Raya-Today. Keresahan Warga Desa Pasak Piang dan sekitarnya mulai memanas karena hujan mulai turun kembali, hal ini disampaikan aktivis Pemuda Desa Pasak Piang yang juga aktivis Young Leader Comunity (YLC), di desa Desa Pasak Piang, Bengkarek dan Pasak kembali berduka. Ribuan tanaman pohon karet, dan pohon sahang yang sudah sekian lama dirawat kini dengan intensitas hujan rendah saja semua tenggelam, sahang dan karet produk unggulan di desa tersebut diancam gagal panen akibat banjir.
Banjir pada Februari 2017 sudah menyebabkan petani sahang banyak gagal panen, bahkan ada petani yang sahangnya mati sampai 4000 batang padahal siap panen, Sayangnya mengalami gagal panen sehingga mengakibatkan kerugian ratusan juta. Musibah bulanan tersebut di indikasi oleh pembabatan hutan yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan dan sampai saat ini pun pihak perusahaan tidak pernah melakukan normalisasi sungai yang ada di beberapa desa tersebut.
“Kami mengharapkan capur tangan dari pemerintah daerah, propinsi bahkan pemerintah pusat mengambil sikap atas musibah ini, apabila pemerintah daerah dalam jangka waktu dekat ini masih juga berdiam diri maka kami bersama masyarakat akan datang menyampaikan aspirasi ke Pemda, DPRD dan BPN untuk mencabut izin dan meminta HGU perusahaan jangan sampai diproses dari sejumlah perusahaan yang terindikasi meyebabkan kerusakan lingkungan dikampong kami” ungkap Sidehri, Pemuda Desa Pasak Piang sebagai Ketua Gerakan Pemuda Peduli Desa (GP2D).
Dirinya menjelaskan bahwa upaya-upaya persuasif sejak tahun 2015 untuk berkomunikasi ke perusahaan sawit sudah dilakukan bahkan ke komisi 3 DPRD Kab.Kubu Raya tanggal 10 April 2017 juga sudah turun ke lapangan untuk mendengar aspirasi masyarakat dan berjanji akan menjadi mediasi antara perusahaan, masyarakat dan dinas terkait di Kubu Raya, kami masih menunggu janji komisi 3.
Menurutnya selama tiga tahun terakhir ini banjir terus terjadi dan terus mengalami peningkatan, ditahun 2014 dua kali terjadi, ditahun 2015 dan 2016 empat kali. Persoalan ini terus kami pertanyakan kepada pihak perusahaan melalui pemerintahan desa, sehingga pada 2016 lalu, salah satu perusahaan berjanji akan melakukan upaya normalisasi sungai, namun hingga saat ini hal itu belum terwujud. Padahal lanjut dia pada hasil musyawarah terkhir kalinya antara sejumlah perwakilan dari pihak perusahaan dengan masyarakat, GP2D dan pemerintahan desa perusahaan akan merealisasikan normalisasi sungai yang berada di lingkungan sejumlah perusahaan itu.
Hasil kajian bersama sungai yang memiliki lebar 7 meter dengan kedalaman 2 meter itu tidak mampu menampung air yang bersumber dari 340 parit yang telah dibuat oleh perusahaan . Makanya hujan yg biasa2 saja sudah menyebabkan banjir dikampung kami.
Pak juhri, petani sahang mengaku tanaman sahangnya mati lebih kurang 1000 pohon. Lahan pertaniannya tepat di desa Pasak Piang Parit Bayuates.
Menurutnya tanaman sahang dan karet mati karena tergenang banjir. Dirinya dan petani lainya mencurigai bahwa air banjir mengandung racun (fungisida) yg digunakan perusahaan sawit. Senada dengan sudehri, dia meminta pemerintah daerah harus turun langsung ke lapangan segera sebelum mereka mati kelaparan akibat tanaman mereka tidak bisa dipanen.
Bapak Manap S.Pd, ketua RT 003 RW 001 Parit Selatan dusun Banyuates Desa Pasak Piang, menyatajan daerah mereka banjir sudah menjadi langganan sejak perusahaan sawit datang membuka lahan di sini, dulu banjirnya hanya pada waktu bulan 12, itupun jika hujan sampai berhari-hari dan menggenang tidak lama, sekarang setahun bisa empat sampai enam kali. Menurutnya pernah sampai 18 hari banjir baru surut. “Saya mengeluhkan tidak bisa bekerja ke kebun, dan hampir semua sahang saya mati, sampai 2 kali tanam pun mati, kalau bisa perusahaan PT GAN (Graha Agro Nusantara), PT PWA (Pinang Witmas Abadi,) dan PT Pundi harus bertanggung jawab, merawat sungai (dinormalisasi) dan memberikan ganti rugi kepada kami. (Ujs)