Galang solidaritas masyarakat peduli hutan kota (Arboretum), Mahasiswa Fakultas Kehutanan Untan tulis surat terbuka

Mahasiswa Fakultas Kehutanan menolak alih fungsi Arboretum (Doc. BEM Kehutanan)

Pontianak-Today. Polemik alih fungsi kawasan Arboretum Untan yang menjadi pembincangan publik, khususnya bagi para civitas akademika Untan akhir-akhir ini, di duga belum juga menunjukan titik temu kesepakatan.

Mahasiswa Fakultas Kehutanan Untan yang di ketahui sebelumnya menjadi pihak penolak rencana alih fungsi kawasan Arboretum, baru-baru merilis tulisan yang telah di konfirmasi oleh Ketua BEM Fakultas Kehutanan, Jero Haryono sebagai surat terbuka bagi seluruh masyarakat peduli hutan kota (Arboretum).

Berikut isi surat terbuka tersebut, yang telah tim Kalbartoday himpun dari pesan viral di aplikasi Whatsupp.

Memelihara Ruang Terbuka Hijau Kota Pontianak

Sebagai warga kota Pontianak, setujukah Anda jika ruang terbuka hijau (RTH) kota dikurangi untuk keperluan pembangunan gedung?
Padahal kita tahu bersama, ruang terbuka hijau atau RTH memiliki banyak sekali fungsi diantaranya fungsi ekologi, fungsi estetis, fungsi planologi, fungsi pendidikan, fungsi ekonomis dan sebagai ruang tempat warga dapat bersilaturahmi dan berekreasi. Dan kota Pontianak cukup beruntung memiliki RTH yang terletak di perempatan jalan raya yang sibuk, Jl. Ahmad Yani, Pontianak.

Ya, benar sekali, RTH tersebut terletak di kawasan Arboretum Sylva Untan. Belum banyak warga kota Pontianak yang mengenal kawasan hutan mini ini, dengan beragam keistimewaannya. Beberapa keistimewaan yang dimiliki kawasan ini diantaranya:

  1. Telah dibangun sejak 1 Maret 1990 dengan luas 3,48 ha.
  2. Memiliki koleksi jenis tumbuhan yang hingga kini berjumlah lebih dari 214 jenis pohon termasuk jenis langka dan endemik, 86 jenis anggrek, dan lebih dari 300 jenis tumbuhan bawah termasuk liana, perdu dan paku-pakuan.
  3. Jumlah jenis pohon per hektar jauh lebih banyak (59 jenis/ha) jika dibandingkan dengan jumlah jenis pohon di Taman Nasional Lambir Hills Sarawak Malaysia yang katanya memiliki keanekaragaman jenis pohon tertinggi didunia (23 jenis/ha).
  4. Menjadi rumah bagi 12 jenis mamalia, 32 jenis burung termasuk 8 jenis yang dilindungi undang-undang, 14 jenis reptil dan 35 jenis serangga.
  5. Suplai oksigen dari kawasan ini setara dengan suplai oksigen bagi 102 orang penduduk kota Pontianak per hari.
  6. Dengan luasan 3,4 ha, dapat menyerap 1.904,23 ton/tahun karbondioksida (CO2) setara dengan 0,1% emisi karbondioksida kota Pontianak.

Namun sayang, dengan beragam keistimewaan yang dimilikinya, ruang terbuka hijau tersebut kini berada dalam bayang-bayang rencana pengurangan luasan. Sebanyak 0,7 ha kawasan saat ini digadang-gadang sebagai lokasi pembangunan gedung prodi baru oleh salah satu Fakultas di Untan. Bahkan pagar pembatas antara kawasan dan lokasi calon gedung prodi baru telah tegak berdiri, bertentangan dengan apa yang tersurat dalam peraturan daerah Kota Pontianak no 2/2013 tentang Rencana Tata Fuang Wilayah Kota Pontianak. Dengan rencana pembangunan ini, maka areal seluas 0,7 ha yang berisi kurang lebih 592 tegakan berbagai ukuran dan merupakan habitat bagi berbagai jenis satwa akan hilang. Lebih ironis lagi, bibit pohon Meranti yang ditanam oleh Bapak Walikota Pontianak dan bibit pohon belian yang ditanam oleh perwakilann Tim Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi RI baru-baru ini, turut berada dalam kawasan yang akan dijadikan bangunan tersebut.

Salah seorang warga kota Pontianak dalam surat terbukanya kepada Rektor, Dekan Fakultas Pertanian, dan Dekan Fakultas Kehutanan Untan menyampaikan
“Dengan beberapa contoh integrasi antar ilmu ini yang meruntuhkan sekat dan dinding keilmuan sebagai bentuk respon atas perkembangan dunia yang semakin kompleks, tentunya menjadi suatu hal yang ironis dan bahkan paradoks jika pembangunan pagar pembatas antara Fakultas Pertanian dan Arboretum tetap diteruskan. Selain menjadi simbol dan bukti fisik bahwa sekat dan dinding itu masih ada, pembangunan pagar ini juga berpotensi mengabaikan hak warga kota dalam menikmati ruang terbuka hijau (RTH). Sebagaimana dimandatkan oleh UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, proporsi RTH kota minimal 30% dari luas wilayah. Pembangunan pagar pembatas ini juga berpotensi melanggar hukum, Perda Nomor 2 tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak telah menetapkan kawasan Arboretum sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Silakan membahas pembatas fisik antar fakultas, tapi tidak harus batas tersebut ditegaskan secara fisik seperti pagar. Jika Fakultas Pertanian berencana mengembangkan fasilitas tambahan penunjang kegiatan akademik yang membutuhkan lahan, semoga Pak Rektor dan para pimpinan fakultas bisa mencarikan opsi lain, baik di lingkungan UNTAN maupun menjajaki kerjasama dengan pihak lain melalui skema kemitraan. Sekarang kan era sinergi dan kolaborasi ya, insya Allah ada banyak jalan untuk ini. Ada banyak pemangku kepentingan: pemerintah, swasta, atau bahkan masyarakat sendiri yang bangga bisa bekerja sama dengan UNTAN.”

Surat terbuka tersebut tentu mengajak kita untuk melakukan refleksi, dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sulit buat diri kita sendiri.

Kota seperti apa gerangan yang akan kita wariskan kepada anak cucu, ketika ruang terbuka hijau bukannya ditambah justru dikurangi? Kualitas udara seperti apa yang akan kita hirup tiap hari, ketika pepohonan bukannya ditanam justru ditebangi? Dan warga kota apakah gerangan kita, jika membiarkan hal tersebut terus terjadi?

Warga Kota Pontianak yang peduli akan ruang terbuka hijau kota dapat turut menyampaikan suaranya melalui penandatanganan kain putih yang akan dibentangkan di Taman Arboretum Sylva Untan, bundaran Jl. Ahmad Yani selama 7 hari mulai hari Minggu, 21 Februari 2021 hingga Minggu 28 Februari 2021.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.