Catatan Akhir Kampus

 

Gambar : Ilustrasi Perayaan Wisuda

Masa modernisasi seperti sekarang ini produktivitas adalah faktor paling bernilai bagi kaum urban. Hal tersebut tentunya mengacu pada tolok ukur yang bersifat materiil. Tak ayal hal ini kemudian memunculkan stigma bahwa produktivitas seseorang akan membuat seseorang semakin bernilai di mata publik.

Perspektif universal yang demikian itu, telah membuat orang terpacu melakukan berbagai hal yang mungkin dapat meningkatkan produktivitas mereka. Misalnya saja, dengan menempuh sembilan tahun masa studi di bangku sekolah sampai menambah empat tahun lagi masa kuliah. Pilihan lainnya adalah pendidikan vokasional berbasis keterampilan yang juga dapat ditempuh dengan masa studi yang sama. Semua itu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan diri yang harapannya dapat berimplikasi pada produktivitas mereka.

Pada kenyataannya tidak semua hal dapat berjalan mulus. Bumi memang berputar, begitu pun zaman beredar, berlaku sama pada permasalahan hidup. Pesatnya pertumbuhan penduduk, tingginya angka urbanisasi, serta masifnya pertumbuhan pembangunan ekonomi memaksa persaingan sebagai calon tenaga kerja tidak mudah. Mereka diharuskan memiliki nilai ekstra untuk dapat memasuki perusahaan terbaik. Jika tidak, bekerja sebagai buruh kasar mungkin terdengar sebagai pilihan utama.

Dalam sebuah sesi diskusi sehabis petang, seorang karib pernah menuturkan kekhawatiran. Kami memang sering menikmati waktu berteman secangkir-dua cangkir kopi bubuk tanpa saring, bersama sekelumit isu panas yang senantiasa memaksa untuk berpikir. Namun hari itu berbeda kasusnya, entah telah bosan dengan isu politis atau bagaimana?

Malam itu suasana tidak seperti biasanya, setelah uap kopi sampai ke paru – paru belum juga keluar celoteh pembuka dari karib ku itu. Biasanya ia selalu update terhadap isu terbaru baik lokal maupun mancanegara. Padahal waktu itu sedang hangat perbincangan terkait kebijakan baru pemerintah yang mencabut subsidi listrik untuk golongan 900 VA dengan dalih dana subsidi tersebut akan alihkan ke sektor yang lebih produktif.

Tidak seperti biasa ia tampak tidak bersemangat membahas isu seksi tersebut. Padahal biasanya ia adalah orang yang paling sensitif ketika membahas kebijakan yang berimplikasi kepada orang banyak, terlebih listrik golongan 900 VA memang diperuntukkan bagi golongan menengah ke bawah. Tidak mungkin ia tidak paham, entah berapa orang lagi yang akan dimiskinkan dengan berlakunya kebijakan baru tersebut.

Sepuluh menit berlalu hanya dengan keluar masuk desktop android, sambil menikmati aroma kopi tentunya. Firasat berkata ada sesuatu yang sedang mengganjal dalam sanubarinya. Usut punya usut, ternyata sebentar lagi anak – anak kampus akan segera merayakan wisuda mereka, termasuk karib ku yang telah berumur dua belas semester di kampus kesayangannya.

Setelah informasi berhasil di dapat, maka tidak ada alasan lagi baginya untuk melanjutkan lamunan. Ia bertutur haru bahwa akhirnya ia sampai pada masa ini juga, setelah beberapa tahun mengalah dengan adik tingkat yang lebih ambisius terhadap masa depannya. Dan bukannya tidak cukup ambisius, karib ku ini hanya selalu merasa kurang, kurang dalam pelajaran, kurang dalam ilmu. Terlalu sering mengonsumsi buku dan isu terbaru surat kabar membuatnya terlalu berpikir kritis, bahkan menyangkut masa depan yang harusnya berada dalam genggaman sendiri.

Ahh, dasar orang yang terasah jiwa sosialnya, bukannya khawatir kepada masa depannya sendiri, ia malah lebih khawatir terhadap masa depan para mahasiswa lain yang akan wisuda bersamanya. Ia menuturkan bahwa sejak 2014 lalu hingga 2016 tercatat jumlah pengangguran terbuka lulusan S1 meningkat sekitar 30%. Berubah dari 495.143 menjadi  695.304 (rilis bps.go.id), bertambah sekitar 200 ribu jiwa hanya dalam dua tahun. Sebuah angka yang sangat fantastis. Kalau sedang gamang begitu, biasanya berbagai pepatah motivasi tidak akan mempan di telinganya.

Benar dugaan ku, jangankan menggubris nasehat lama yang biasa ku sampaikan berulang padanya. Ia justru langsung menimpali dengan berbagai pertanyaan ekstrem, “Mau dibawa ke mana sarjana sekian ratus ribu jumlahnya itu?”, pungkasnya.

Dan diskusi itu pun berakhir tanpa harus klimaks, maklum saja yang berdiskusi sesama pejuang skripsi. Sebagai sesama mahasiswa yang berguru di sebuah LPTK ternama di Kalbar, kami paham mengenai peranan strategis dari institusi pendidikan dalam persiapan berkarir di masa mendatang. Sedikit cerita, dulu kami adalah orang yang paling percaya bahwa bersekolah untuk bekal mencari kerja adalah hal yang konyol. Padahal kita semua tahu, tiada guna berproses tanpa tahu akan menjadi apa.

Dalam keyakinan yang membumi itulah tahun – tahun perkuliahan kami lewatkan. Manusia memang boleh berubah, namun kami juga bukan orang yang terlampau naif untuk melupakan begitu saja keyakinan yang telah lalu. Paling tidak kami masih kukuh berkeyakinan bahwa menempuh pendidikan formal guna mendapatkan selembar ijazah untuk prasyarat mencari kerja adalah sebuah kekonyolan.

Dengan bahasa lain yang lebih humanis, kami telah mengonstruksi pemahaman baru dalam diri kami bahwa pendidikan adalah perihal proses, dan proses itu harus dinikmati untuk membangun keterampilan, kematangan emosional, serta pengetahuan. Untuk kemudian semua itu dipergunakan dalam kehidupan yang nyata. Lagi pula anak ingusan mana yang tidak tahu bahwa jawaban untuk masalah tingginya angka pengangguran adalah Enterpreneurship dan tugas pendidikan adalah meng-cover perihal peningkatan kualitas para peserta didik, baik keterampilan, sikap, dan pengetahuan penunjangnya.

Yang terpenting penting, lakukan lebih dari yang  orang lain lakukan. Akhir kata selamat menempuh wisuda tahun ajaran 2016/2017 untuk para sesepuh kampus, teman seangkatan, serta adik tingkat yang bersahaja di kampus mana pun di belantara Indonesia. Semoga kita termasuk orang – orang beruntung yang mampu menghadirkan perubahan bagi sekitar. Aamiin.

 

Opini

Heru Afandi

Kontributor kalbartoday.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.